Jumat, 19 Oktober 2012

Untuk Apa Cinta Ini?



                          Cerpen : Yudha Zheano Ahada

                   Hujan sore itu membasahi bumi dengan lembut, butir-butir air yang turun dari langit itu membasahi daun-daun yang kering. Pelan-pelan, titik hujan di daun-daun itu meluruh menjadi aliran-aliran air bening yang mengalir pelan menitik meninggalkan dedaunan yang kini licin berkilau. Air hujan yang menitik dari daun tadi kini membasahi lantai beranda sebuah rumah bergaya minimalis bercat biru.
                  Di beranda itu, duduk manis di kursi plastik seorang cowok jangkung berkacamata. Di tangan kanan cowok itu tergenggam sebuah handphone touchscreen berwarna hitam. Sementara itu di depan si cowok, tepatnya di atas meja kayu, juga ada laptop biru. Namun mata cowok itu samasekali tidak memperhatikan handphone maupun laptop-nya, dengan tatapan kosong, cowok itu memandangi butiran air hujan yang jatuh pelan-pelan ke selokan kecil di depan beranda.
                 Mendadak cowok berkacamata itu menghembuskan nafas panjang sambil meletakkan handphone-nya ke atas meja. Lalu tangannya bergerak ke arah mouse laptop, menggeser-gesernya kemudian mengklik mouse mungil itu beberapa kali.
                 “Aku tak mengerti apa maksud semua ini” gumam cowok itu sambil menekan beberapa tombol di keyboard laptop-nya.
                 “Untuk apa…………………”
                  Ucapan cowok itu tiba-tiba terhenti saat ia melihat ke  arah jalan depan rumah. Saat itu, sebuah sepeda motor Vixion hitam nampak melaju lambat ke arah rumah si cowok. Kemudian motor itu melaju makin lambat seperti akan berhenti, si pengendara motor memakai jaket hitam, di balik kaca helm hitamnya si pengendara kelihatan memandang dengan lekat ke arah cowok berkacamata tadi. Durasi dua puluh detik, motor hitam tadi langsung melaju kencang meninggalkan si cowok berkacamata yang tertegun kaku.
                  Merasa ada yang tidak beres, cowok itu mengambil handphonenya. Kemudian dia menghubungi seseorang.
                 “Halo Fer, ……….”
                 “Ya Ren, ada apa lo? tumben nelfon gue sore-sore?”
                 “Gue nggak tau, tapi feeling gue mengatakan kalo ada yang nggak beres”
                 “Hah? Nggak beres? Rendy, lo emang dari dulu nggak beres-beres bro, emang kenapa lo, he? Koq khawatir banget? Dompet lo kena copet ya?”
                   “Bukan bego! Dompet gue masih aman terkendali dalam kantong koq”
                  “Terus??”
                  “Tadi ada orang pake jaket hitam yang kelihatannya memata-matai gue, dia sengaja melambatkan motornya terus memandang ke gue kira-kira tiga puluh detik, menurut lo dia intel atau mata-mata perampok?”
                     “Hmmm, lo yakin dia merhatiin lo?”
                    “Ya nggak mungkin dia merhatiin buah mangga di depan rumah gue khan?”
                    “Bisa jadi itu intel, tapi lo nggak maling apa-apa khan?”
                     “Nggaklah, kemaren gue cuma maling goreng ayam lo koq”
                    “Kalo gitu lo waspada aja deh, siapa tau ada yang salah dari lo”
                   “Ya deh, kayaknya makan goreng ayam lo kemaren bikin gue jadi bermasalah”
                    “Udah ya, gue mau makan nih”
                    “Nggak ngajak gue lo?”
                    “Nggak ada gunanya, cuma menghabiskan sambal gue kalo lo ikut”
                    “Tut…….tut……….tut……….”
                      Usai pembicaraan di handphone itu, cowok berkacamata yang ternyata bernama Rendy itu kembali memandangi hujan yang turun makin deras. Kegelisahannya dengan orang bersepeda motor yang memandanginya seperti harimau memandang kijang itu membuatnya jadi semakin gelisah saat ia teringat dengan Astri.
                      Astri adalah pacar Rendy, bisa di bilang kalo Astri adalah gadis yang cukup beruntung bisa mendapatkan Rendy. Soalnya di kampus, banyak cewek lain yang juga tertarik dan mengejar-ngejar Rendy. Maklum, Rendy itu ganteng, cool dan juga pengurus BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa).
                      Sebenarnya sekarang Rendy sedang sakit hati dengan Astri. Rendy merasa Astri sudah tidak menghargainya lagi. Sejak seminggu ini, perilaku Astri terasa semakin aneh dan makin menjauh dari Rendy.
                      Entah kenapa, Astri sekarang makin sulit untuk di ajak ketemuan. Alasannya sibuk melulu. Selain itu Rendy juga sempat melihat Astri sedang berbicara serius dengan beberapa orang tak di kenal yang gerak-geriknya mencurigakan. Saat Rendy bertanya siapa orang-orang itu, Astri hanya menjawab mereka itu relasi bisnis papanya.
                      Dan yang paling membuat Rendy heran sekarang adalah kenapa Astri meminta agar Rendy mengatakan pada teman-temannya bahwa mereka sudah putus. Padahal cewek-cewek lain kalau pacaran dengan Rendy sengaja di beritahukan ke seantero kampus, biar hubungannya mereka dengan Rendy menjadi gossip. Namun Astri malah menyuruh Rendy untuk menyembunyikan hubungan mereka. Apa maunya sih anak ini? gumam Rendy pusing.
                       Satu lagi yang membuat Rendy makin pusing adalah, sekarang susah banget buat mencari Astri. Sudah hampir seminggu ini Rendy keliling-keliling kampus untuk mencari Astri, namun yang di cari tidak nampak batang hidungnya. Bahkan teman-teman Astri pun bilang kalo mereka juga jarang ketemuan sama Astri.
                        Rendy hampir menyerah untuk mempertahankan hubungannya dengan Astri. Untung Handphone Astri akhirnya aktif beberapa saat sebelum Rendy sampai pada puncak kesabarannya untuk bilang “Astri, lo gue end!”
                        Begitu nada masuk tersambung ke handphone Astri, Rendy langsung bicara dengan emosi.
                        “Tri, lo gimana sih? udah seminggu hp lo nggak aktif-aktif! gue cari lo di kampus, nggak ada! gue cari ke kost lo, nggak ada! gue udah capek tau nyariin lo! tapi lo nggak menghargai itu. Lo menghilang gitu aja, sebenarnya lo lagi ngapain sih?”
                        Rendy langsung menginterogasi Astri dengan emosi, kalo biasanya dia pake kata ‘sayang’ sekarang langsung pake kata ‘lo-gue’. Itu artinya Rendy sedang emosi tingkat menengah, kalo emosi tingkat berat, mungkin dia bakalan lempar handphone-nya ke jendela.
                        Dengan suara kayak anak kecil minta dibeliin es krim, akhirnya Astri menjawab.
                        “Ren, maaf, sekali lagi maaf, aku tau aku udah salah, aku udah bikin kamu…”
                        “Lo tau khan kalo lo salah?
                        “I……iya Ren, maafin aku ya?
                        “Astri, lo tau nggak udah berapa kali lo kayak gini sama gue? Dan lo selalu minta maaf kayak gitu setiap gue marah!”
                        “Iya, tapi……..”
                        “Iya..iya…! lo kalau udah kayak gini jawabnya iya iya terus”
                        “Ren, aku tau kalo aku tuh salah, tapi percaya deh, aku selalu sayang kamu koq Ren”
                        Entah kenapa, begitu Astri bilang sayang. Rendy malah tambah emosi.
                       “Heh, apa lo bilangTri? lo sayang ama gue? terus lo menghilang terus dari gue sebagai tanda lo sayang pada gue, gitu yah? makasih deh kalo gitu”
                        “Ren, …………..”
                        “Apalagi Tri? lo mau apa lagi buat menghancurkan cinta gue ke elo?”
                        “Bukan, bukan itu Ren. Aku benar-benar mau minta maaf sama kamu, yang…..yang kemarin itu memang salahku” Astri berkata sambil mulai terisak-isak.
                        “Lo mau nangis di sini? mending nggak usah deh, ngapain lo buang-buang air mata buaya lo?”
                       “Nggak….kamu salah mengerti Ren, kamu nggak ngerti………………”
                       “Siapa yang nggak ngerti? Gue yang bela-belaan cari lo ke kost lo, ke kantor palsu lo, ke rumah palsu lo, atau lo yang sok-sok sayang tapi cuma bikin gue sakit hati?”
                        Rasanya handphone di telinga Rendy  makin panas, Allan nggak tau itu handphonenya yang panas atau telinganya yang sudah kepanasan mendengarkan suara Astri.
                       “Ren, aku akui kalo aku memang salah, seratus persen salah………….”
                       “Bagus lah kalo lo udah nyadar”
                       Rendy merasa kalo dia lebih baik cuek.
                       “Ren, lo mau khan maafin aku, aku janji nggak akan kayak gini lagi”\
                       Murah banget lo minta maaf ya Lan, gumam Rendy kesal.
                       “Lo harus tau betapa sakit hati gue saat bilang gue maafin lo!”
                       “Ya Ren, aku tau koq betapa sakitnya hati kamu, “
                       “Dan lo masih berencana buat menyakiti hati gue………….”
                       “Nggak Ren, nggak akan. Sumpah deh”
                       “Sekali lagi lo bikin ulah kayak gini, gue nggak punya rasa maaf dan sayang lagi sama lo! gue harap lo ngerti itu!”
                         “Aku pasti ngerti itu Ren”
                         Dan selanjutnya, emosi pun mulai mereda. Hingga mereka pun akhirnya ngomong-ngomong nggak jelas. Ya, walaupun Rendy masih sakit hati dan curiga dengan Astri, namun dia lebih memilih untuk memendam rasa itu.
                          Di akhir percakapan mereka, Astri mengajak Rendy makan siang di sebuah restoran dekat kampus.
                                                   ***********************
                            Restoran dekat kampus, pukul 1 siang
                            Rendy dan Astri nampak duduk berdua dengan mesra di meja paling ujung. Sesekali mereka terlihat bercanda. Nampaknya Rendy sudah melupakan kejadian kemaren saat ia marah-marah ke Astri, buktinya ia sudah terlihat begitu mesra kembali dengan Astri.
                            Namun, masih ada satu hal yang menggelisahkan Rendy, dan hal itu berhubungan dengan Astri yang sekarang sedang duduk manis di depannya.
                            Tadi pagi, Rendy bertemu dengan Joshua, temannya sekaligus asisten-nya di sekretariat BEM, dan Joshua membawa Rendy ke sebuah pojokan kampus. Terus Joshua ngomong.
                             “Ren, gue mau bilang pesan papa gue sama lo, “
                            “Ya, emang papa lo pesan apaan Josh?”
                            Rendy heran, papanya si Joshua itu adalah polisi. Wah, jangan-jangan yang memata-matai gue di rumah waktu itu memang intel agennya si papa Joshua, keluh Rendy dalam hati.
                             “Lo masih pacaran sama Astri khan?” tanya Joshua santai.
                             “Ah,….. eh. masih koq, emang kenapa? lo cemburu yaa?” Rendy mencoba bercanda. Namun sebenarnya dia kaget betul. Kenapa Joshua malah nanya hubungannya dengan Astri? Sejak kapan anak jurusan ekonomi yang jadi sekretaris BEM itu peduli soal pacar-pacaran? Awalnya Rendy mau bilang kalo dia udah putus sama Astri, tapi feelingnya merasa nggak ada gunanya berbohong sama Joshua.
                               “Pesan papa gue, lo hati-hati sama si Astri ya”
                              “Apa?” Rendy merasa nggak yakin dengan perkataan Joshua.
                               Joshua memandang Rendy penuh arti, lalu dia bicara lagi,
                              “Kata papa gue, lo mesti hati-hati sama Astri!”
                              Rendy masih bengong, emang ada apa dengan Astri? katanya dalam hati.
                              “Udah, gue balik ke sekretariat dulu ya, banyak dokumen yang harus di arsip ulang nih” Kata Joshua sambil berbalik, lalu dengan santai melangkah pergi.
                              Dan itulah yang membuat Rendy gelisah sekarang. Rasa-rasanya yang mesti membuat dia curiga dari Astri hanyalah sikapnya yang sering menghilang secara misterius dan pernah kelihatan sedang bicara serius dengan beberapa orang yang gerak-geriknya mencurigakan.
                              Rendy jadi pusing memikirkan apa makna pesan papanya Joshua tadi. Bahwa ia harus berhati-hati dengan Astri, perasaan Astri bukan kriminal deh. Dan dari mukanya, Astri juga nggak punya ciri-ciri kriminal, kecuali tatapan matanya yang nampak merah dan gerak-geriknya yang sering gelisah, dan nggak bisa betah berlama-lama di suatu tempat.
                             Nggak mungkin papanya Joshua kirim pesan kayak gitu biar gue waspada dan mengawasi Astri agar jangan sampai cewek itu selingkuh pikir Rendy.
                                Pusing, Rendy akhirnya memilih untuk melupakan pesan itu.
                                Sebelum pulang dari restoran, Astri menitipkan sebuah map tebal pada Rendy untuk di berikan pada seseorang yang menurut Astri adalah asisten dosen di kampus. Orang itu akan menunggu di depan kantor Rektor.
                                “Oh, aku jadi tukang pos lagi nih, nganterin paket apaan nih?” kata Rendy. Astri memang sudah beberapa kali mengirimkan paket-paket tebal seperti itu ke beberapa orang di kantor rektorat kampus lewat Rendy.
                                “Koq nggak kamu aja yang ngantar sendiri?” tanya Rendy.
                                “Aku mau cepetan ke fakultas, ada kuliah siang di sana. Lagian aku juga malas ke kantor rektorat, soalnya aku ada utang di sana” jawab Astri sambil tersenyum kecil.
                                “Ya udah deh, hati-hati ke fakultas ya” kata Rendy.
                               “Makasih Ren,…………….”
                                 Mendadak Astri menoleh ke belakang, Rendy mengikuti pandangan Astri, di sudut belakang restoran terlihat tiga orang memakai rompi hitam sedang celinguk-celingukan mencari tempat duduk kosong, salah seorang di antaranya nampak sedang berbicara dengan sebuah radio komunikasi kecil.
                                 Tiba-tiba wajah Astri pucat dan tegang. Ia melirik ke kiri kanan.  Lalu berkata cepat-cepat.
                                 “Ren, aku pulang dulu ya, ……”
                                 “Loh? Koq kamu pucat?” tanya Rendy, ia heran juga melihat perubahan sikap Astri itu.
                                 “Ehhmmm, kayaknya aku udah telat nih, aku pergi dulu ya,……”
                                  “Ada apa sih Lan?” Rendy penasaran.
                                  “Nggak, nggak ada apa-apa, bye sayang aku pergi dulu yah………”
                                  “Muuaacchhh……!”
                                  Mendadak Astri mencium pipi Rendy.
                                  Rendy bengong, pipinya langsung bersemu merah. Wah, rezeki nomplok nih, gumamnya. Ada apa ya, koq si Astri mendadak cium gue? Hehehe……kayak di sinetron aja, kata Rendy dalam hati.
                                  Detik berikutnya Astri hilang dari pandangan Rendy. Astri menghilang cepat di kerumunan orang-orang yang keluar masuk restoran.
                                  Rendy teringat dengan tiga orang yang membuat Astri pucat tadi, ia melihat kembali ke arah pojokan restoran. Namun ternyata orang-orang itu sudah hilang, eh tidak, dua orang di antaranya terlihat berjalan cepat ke arah hilangnya Astri tadi.
                                  “Aneh” gumam Rendy. Instingnya tiba-tiba memerintahkanya untuk segera secepatnya pergi dari tempat itu.
                                                                 **************
                                  Depan kantor rektorat kampus, pukul lima sore.
                                  Rendy berjalan menuju kantor rektorat kampus, dia membawa sebuah map tebal. Ya, itu map tebal yang tadi di titipkan Astri padanya.
                                  Kira-kira dua puluh meter di depan gerbang kantor rektorat kampus, seorang pria berpenampilan rapi menyambut Rendy.
                                 “Titipan dari Astri ya?” tanya orang itu sambil berusaha tersenyum ramah.
                                 “Iya, ini mas” Rendy langsung menyodorkan map tebal itu ke si pria berpenampilan rapi.
                                 “Makasih banyak ya dek” kata pria berpenampilan rapi itu.
                                 Lalu pria itu berbalik dan mulai melangkah agak tergesa meninggalkan Rendy.
                                 Namun tiba-tiba,
                                 “Angkat tangan kalian!” sebuah bentakan keras terdengar dari belakang.
                                 Rendy terkejut setengah mati saat melihat ke belakang. Empat orang polisi, dua di antaranya berpakaian preman dan merupakan orang yang di lihat Rendy tadi siang di restoran sedang menodongkan pistol mereka padanya.
                                 Rendy langsung pucat, Ya tuhan ada apa ini? keluhnya ambil mengangkat tangannya.
                                 “Jongkok!” bentak salah seorang polisi itu padanya.
                                  Lalu tangan Rendy di pelintir ke belakang, Rendy tercekat saat ia mendengar suara borgol terkunci di tangannya.
                                Rendy masih shock sewaktu melihat lagi ke depan. Rupanya pria berpenampilan rapi yang mengambil map tebal tadi sempat lari dari polisi, namun sebuah peluru melumpuhkannya. Pria itu tersungkur, lututnya robek oleh peluru.
                                 Seorang polisi yang memegang radio komunikasi berbicara di alat itu.
                               “Lapor, target A1 dan A2 telah kami lumpuhkan!” kata polisi itu.
                                Sebuah mobil polisi langsung muncul, lalu turunlah beberapa polisi lagi. Salah seorang di antaranya adalah papanya Joshua!
                                  Papa Joshua itu langsung menuju ke arah Rendy  yang terduduk lemas denagn tangan terborgol ke belakang.
                                 “Kamu Rendy khan?” tanya papa Joshua itu.
                                 “Ya pak” jawab Rendy pasrah.
                                “Rendy, saya khan udah pesan kalau kamu harus hati-hati dengan Astri khan?”
                                “Ya pak, tapi khan wajar saya pacaran sama Astri, itu khan nggak melanggar hokum, kenapa saya sekarang di tangkap pak?” Tanya Rendy bertubi-tubi, ia benar-benar tidak mengerti dengan semua yang terjadi padanya sore ini.
                                “Mungkin ini bisa menjelaskan” kata papa Joshua singkat.
                                “Sersan, tolong buka map tebal itu dan periksa isinya!”intruksi papa Joshua yang ternyata merupakan komandan penyergapan itu pada seorang polisi lain.
                                 “Siap Komandan!” jawab sersan itu.
                                 Pertama yang Rendy lihat, isi map itu adalah kertas-kertas yang di lipat-lipat. Namun di bagian tengah kertas itu ada sesuatu yang menggembung.
                                 Si sersan polisi membuka lipatan kertas tadi. Ia mendekatkan wajahnya ke kertas itu untuk melihat apa yang ada di dalam lipatan kertas tadi. Namun ternyata masih ada lipatan lagi di dalam.
                                 Sementara itu Rendy menebak-nebak apa yang ada dalam map tebal itu. Apakah itu isinya bom? Tapi koq rasanya terlalu kecil untuk bom ya?
                                  Sekarang lipatan kertas di map tebal tadi sudah terbuka semua, agak susah juga polisi tadi membukanya.
                                 Si sersan polisi mendongak, lalu dia berteriak pada papa Joshua.
                               “Tangkapan bagus komandan! Empat paket shabu-shabu! Di tambah enam paket daun ganja!”
                                Seorang polisi lainnya menyambung,
                                “Ya, ditambah seorang pengantar paket dan seorang penerima paket!”
                                Mendadak kepala Rendy berkunang-kunang, jadi Astri selama ini


memanfaatkannya untuk mengirim paket-paket narkoba?
                                    Kenapa Astri menjebakku ke dunia peredaran narkoba ini melalui indahnya cinta? Kenapa dia membuat cinta yang seharusnya indah ini malah jadi begitu kotor dengan mencampurkan narkoba ke dalamnya?Pertanyaan-pertanyaan itu membuat kepala Rendy semakin sakit.
                                     “Bawa mereka ke sel!” intruksi seorang polisi.
                                      Mendadak semua terlihat hitam oleh Rendy. Hitam dan gelap. Lalu Rendy tak ingat apa-apa lagi.
                                                     ************************************
                                     Begitu Rendy membuka matanya lagi, dia kaget saat melihat sekelilingnya. Ternyata dia sudah berada di ruang intrerogasi Polres. Rendy langsung teringat lagi kejadian tadi sore, ah, sialan kenapa aku jadi terlibat urusan ini? Kenapa aku terlalu percaya sama Astri? Gumamnya.
                                      “Kreekk….!” Pintu ruangan itu terbuka.
                                      Dua orang polisi masuk. Mereka langsung duduk di depan Rendy.
                                      “Tersangka Rendy Mahardika, terbukti telah membantu seorang pengedar mengirimkan paket narkoba ke beberapa pengedar lain di wilayah kampus. Ada tanggapan saudara Rendy?” interogasi polisi itu dengan dingin.
                                      “Tidak,……tidak…… semua ini salah pengertian!” kata Rendy, tubuhnya bergetar, bahunya tampak turun naik.
                                       “Sayang sekali Rendy, semua bukti mengarah padamu. Dan kami telah melakukan pengintaian terhadap hubunganmu dengan Astri, buronan utama kami di kota ini” Bentak salah seorang polisi berkulit hitam.
                                       “Astri hanya pacarku, aku tidak pernah tahu kalau dia itu pengedar narkoba, sumpah!”
                                      “Tapi kau membantunya mengirimkan paket-paket barang setan itu kampusmu khan?”
                                     “Tapi aku sama sekali nggak tau kalau paket itu isinya narkoba pak!”
                                    “Baiklah, kalau begitu, Sersan Hamid, segera bawa Astri itu ke sini”
                                    “Kreeeekkk………” pintu terbuka lagi.
                                     Seorang polisi dan seorang perempuan muda yang tangannya terborgol ke belakang punggungnya masuk.
                                     Perempuan muda itu mendongak, lalu bertemu tatapan dengan Rendy, perempuan itu nampak terkejut, ia mendadak berhenti dengan kaku. Rendy juga begitu ia terpaku menatap ke arah Astri.
                                     “Sekarang Astri, apakah Rendy ini adalah teman pengedarmu juga?” bentak polisi yang membawanya.
                                    Rendy menatap Astri makin tajam, rahangnya mengatup kaku. Kalau sampai Astri menjawab iya, mampuslah aku, keluhnya.
                                    Astri juga nampak semakin tegang, mulutnya bergerak-gerak, namun tak satupun kata yang keluar dari mulutnya.
                                    Para polisi itu nampak sudah tidak sabar lagi. Lalu mereka membentak Astri.
                                    “Cepat jawab!”
                                    Astri menunduk, Rendy memandanginya dengan nafas memburu.
                                    “I…..i….iya” Jawab Astri pelan.
                                  “Apa? Apa-apaan ini Astri?Lo mau menjebak gue ya?”Rendy berteriak sambil mencoba berdiri. Namun polisi di sampingnya langsung menelungkupkannya ke lantai yang dingin.
                                   “Baik, semua sudah jelas! Bawa mereka ke sel masing-masing!”perintah seorang polisi yang paling senior.
                                    “Tidak, tidak, tidak!” Rendy berteriak panik.
                                    Terlambat. Dua polisi sudah mengiringnya ke arah sel-sel tahanan.
                                    Saat berpapasan dengan Astri di dekat pintu ruang interogasi, Rendy memaki sengit.
                                    “Gimana Tri? Puas lo sekarang menjebak gue? Puas lo? bangsat lo!” maki Rendy penuh emosi.
                                     “Ren, sekarang kita bisa bersama lagi di sini khan? bukankah kamu selalu memintaku untuk terus bersamamu?” jawab Astri dingin.
                                     “SETAAANNN LOO!! Jadi inikah arti cinta lo selama ini??” teriak Rendy.
                                    Polisi-polisi tadi tetap menggiring mereka ke sel-sel tahanan.
                                    Rendy merasa semua makin gelap.